
Berwisata edukasi dengan mengunjungi museum merupakan salah satu kegiatan menarik untuk dilakukan. Selain untuk mengisi liburan, pengunjung juga dapat menambah wawasan tentang sejarah para pahlawan, seperti di Museum Mandala Wangsit Siliwangi Bandung.
Museum ini menjadi institusi sejarah yang memiliki peran penting dalam melestarikan warisan dari divisi Siliwangi. Tempat ini mampu mengedukasi para pengunjung tentang kontribusi dan pengorbanan TNI dalam mempertahankan Indonesia.
Daya Tarik Museum Mandala Wangsit Siliwangi
Museum Mandala Wangsit Siliwangi berada di Jl. Lembong No.38, Braga, Kec. Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat. Letaknya tidak jauh dari pusat kota. Bangunan museumnya bergaya kolonial dan menyimpan berbagai benda bersejarah yang menceritakan perjalanan perjuangan TNI, khususnya Divisi Siliwangi.
Lokasinya cukup strategis dan mudah dijangkau sehingga membuat museum ini menjadi pilihan tepat untuk berlibur sekaligus belajar mengetahui lebih dalam tentang sejarah militer di Jawa Barat.
Daya tarik utama museum tersebut antara lain koleksi senjata tradisional dan modern, mulai dari keris, tombak, hingga senjata api. Semua senjata tersebut tentunya digunakan dalam berbagai pertempuran melawan penjajah pada masa lalu.
Sejarah Museum
Museum Mandala Wangsit Siliwangi diresmikan pada tanggal 23 Mei 1966, oleh Panglima Divisi Siliwangi ke 8, yaitu Kolonel Ibrahim Adjie. Pembangunannya berlangsung selama lima tahun, dari tahun 1910 hingga 1915. Gedungnya memiliki luas sekitar 1.674 m² dan menjadi rumah tinggal seorang perwira Belanda pada masa penjajahan.
Bangunan ini lalu diambil alih oleh pasukan Siliwangi untuk menjadi markas, dari tahun 1949 hingga 1950. Markas ini pernah mendapat serangan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Pimpinan Kapten Pierre Raymond Westerling. Yakni tepat pada tanggal 23 Januari 1942, pukul 9:00 pagi.
Sebanyak 97 prajurit gugur, termasuk Mayor Adolf Lembong dan ajudannya. Untuk mengenang jasa beliau, jalan yang melintasi museum ini dinamakan Jalan Lembong.
Koleksi Museum
Koleksi bersejarah yang menjadi daya tarik Museum Mandala Wangsit Siliwangi mampu membawa pengunjungnya kembali ke masa penjajahan. Di dalam museum terdapat benda bersejarah yang dipamerkan, antara lain:
1. Alat perang milik pasukan Divisi Siliwangi, mulai dari senjata primitif rakyat, seperti kujang, klewang, tombak, pedang, hingga senjata modern para prajurit TNI berupa bom molotov.
2. Ada juga koleksi lain berupa bendera merah putih yang pertama kali berkibar di Alun-Alun Kota Bandung pada 17 Agustus 1945.
3. Koleksi selanjutnya berupa perabot meja, kursi, teko, dan cangkir yang pernah dipakai para pejuang dan Proklamator saat mempersiapkan Proklamasi di Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.
Melansir dari laman instagram, di dalam museum terdapat kursi, meja, dan alat-alat lain pada tgl 16 Agustus 1945 yang digunakan Bung Karno dan Bung Hatta dan beberapa orang pemuda seperti Subarjo, Sukarni, Latif, Kunto, dan lainnya di Rengasdengklok Karawang. Peralatan itu mereka gunakan saat sedang rapat menyusun teks proklamasi kemerdekaan RI.
Jam Buka Museum dan Lokasinya
Pengunjung dapat datang ke wisata sejarah di Museum Mandala Wangsit Siliwangi, setiap hari Senin hingga Sabtu (Minggu tutup), mulai dari pukul 08:00 hingga 14:00 WIB.
Adapun lokasinya berada di Jalan Lembong No.38, Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat. Arahnya dari Lapangan Gasibu menuju ke museum tersebut berjarak 2,4 km dengan waktu tempuh sekitar 7 menit menggunakan kendaraan.
Untuk tiket masuknya, pengunjung hanya dikenakan donasi sukarela saja. Museum ini juga menyediakan berbagai jasa pemandu untuk membawa para pengunjung tersebut untuk berkeliling dan menceritakan sejarahnya. Tentunya, pemandu di tempat ini sangat ramah untuk membantu Anda menelusuri jejak sejarah para pahlawan di masa lalu.
Museum Mandala Wangsit Siliwangi di Bandung ini tidak hanya sekedar menawarkan keindahan bangunan museum saja. Namun, juga sekaligus memberikan wisata edukasi sejarah mengenang para pahlawan TNI khususnya di Jawa Barat. Dengan berbagai koleksi di dalamnya, keberadaannya mampu memberikan pengetahuan lebih tentang sejarah dan budaya di masa penjajahan. /Estri